Kontestasi Geopolitik di Sekitar Wilayah Perairan Indonesia

Mas Han     09.13     0
Persaingan geopolitik di Samudera Hindia




Letak geografis Negara Indonesia, berbatasan langsung dengan wilayah laut dan perairan yang tengah berlangsung persaingan geopolitik di Kawasan Asia Pasifik, khususnya di perairan Samudera India, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Persaingan di kawasan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan negara-negara Asia Pasifik dalam  kaitan dengan isu energi. Bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik isu energi merupakan salah  satu isu krusial. Karena banyak negara di wilayah ini mempunyai ketergantungan terhadap energi fosil (minyak dan gas bumi). Munculnya negara-negara kekuatan ekonomi baru di kawasan seperti Cina, Korea Selatan, India dan beberapa negara Asia Tenggara, berbanding lurus dengan meningkatnya pemenuhan kebutuhan energi mereka. China dan beberapa negara kekuatan ekonomi baru, berkepentingan dalam pemenuhan kebutuhan energinya yang besar untuk industri, sedangkan negara-negara Asia Tenggara juga mulai tumbuh menjadi negara industri yang memerlukan pasokan energi yang besar pula.
Negara lain di kawasan Asia Pasifik yang terus meningkat kebutuhan minyaknya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina dan India. Amerika Serikat merupakan satu dari sedikit negara yang mampu melaksanakan swasembada energi, namun minyak dan gas bumi adalah pengecualiannya di mana setiap hari negara itu mengimpor 4,7 juta barel per hari pada 2004. Tingginya akan pasokan kebutuhan minyak dari luar negeri membuat negara itu aktif mencari sumber energi di luar negeri dengan segala cara, termasuk melalui penggunaan kekuatan militer. Jepang sebagai negara industri terbesar di Asia Timur sangat tergantung pada impor minyak, di mana pada 2004 mengimpor 5,449 juta barel per hari. Ketergantungan pada impor minyak membuat isu keamanan energi Jepang mempunyai hubungan erat dengan kebijakan pertahanannya, karena kegagalan militer negeri itu di masa lalu mengamankan garis perhubungan lautnya berkontribusi pada kekalahan dalam Perang Dunia Kedua. Cina  juga  terus  meningkat  kebutuhan  pasokan  minyak  dari luar negeri, di mana pada 2005 mengimpor 3,181 juta barel per hari. Ketergantungan Cina terhadap impor minyak diperkirakan akan meningkat dari 40 persen pada 2004 menjadi 50 persen pada 2020. Mengingat bahwa Cina ke depan akan terus tergantung pada minyak impor, kebijakan pertahanan dan luar negeri Cina diarahkan untuk mengamankan pasokan energi dari luar negeri. India yang tengah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi kawasan pada 2005 diperkirakan mengimpor minyak sebesar 2.09 juta barel per hari. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi India, sejak pertengahan 1990-an kebijakan pertahanan dan luar negeri India salah satunya diarahkan pada pengamanan pasokan minyaknya dari luar negeri.(FKPMaritim, 2007).
Di kawasan Asia, China muncul sebagai new emerging power dan great economic power di tatanan dunia global. Pada saat Angkatan Laut Amerika Serikat sedang dalam masa sulit terutama dalam proses pengadaan kapalnya dan sedang berjuang untuk menyesuaikan postur Angkatan Lautnya dalam menghadapi penurunan pertumbuhan PDB, sebaliknya anggaran pertahanan China telah meningkat dua digit dalam dua dekade. Bahkan sektor ekonomi China sendiri meskipun juga imbas dari krisis global, diprediksi akan meningkat sekitar 8 atau 10 persen per tahun dalam tahun-tahun mendatang (Kaplan: 2010). Dengan pertumbuhan ekonomi China yang meningkat secara signifikan di kawasan tersebut, menyebabkan Amerika Serikat kembali mengalihkan fokus perhatiannya pada kawasan Asia Pasifik. Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi China mendorong China untuk menanamkan investasi di negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik dan kawasan-kawasan lainnya. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan kekuatan ekonomi China, maka secara rasional China pun akan berupaya meningkatkan kekuatan dan kapabilitas militernya.  Persenjataan bawah laut China meliputi dua belas kapal selam diesel-listrik perusak kawal-rudal kelas Kilo, dipersenjatai dengan wake-homing torpedo, tiga belas kapal selam Song-class yang sama dengan kilo, dua kapal selam nuklir Shang-class, dan satu kapal selam rudal-balistik nuklir Jin-class, dengan tiga lagi sedang dalam proses pembuatan (Kaplan, 2010). Hal inilah yang menjadi ancaman bagi Amerika Serikat. Secara khusus China meningkatkan kekuatan Angkatan Lautnya. Yang ditujukan sebagai upaya mengembangkan dan mempertahankan pengaruhnya di Laut China Selatan, yang masih dalam sengketa perebutan wilayah di Kepulauan Spartly dan Paracel. Dengan terus meningkatnya hegemoni China di kawasan Asia Pasifik yang berarti akan mengancam kebebasan pelayaran di Laut China Selatan, sehingga bisa merugikan negara-negara di Asia Timur yang ekonominya bergantung dari Jalur Selat Malaka–Laut China Selatan. Imbasnya juga akan dirasakan Amerika, karena negara-negara Asia Timur merupakan mitra dagang Amerika yang strategis.
Amerika Serikat sudah pasti akan membendung dengan segala cara munculnya negara-negara lain sebagai peer competitor-nya, karena kemunculan itu akan mengganggu perannya dalam percaturan global. Dari semua negara di dunia saat ini, China dipandang oleh banyak pihak, termasuk oleh Amerika Serikat sendiri, akan menjadi peer competitor di masa depan. Oleh karena itu, dengan segala cara Amerika Serikat akan menghalangi kemunculan China sebagai pesaing di masa depan. Salah satunya adalah dengan mengendalikan jalur pasokan energi China memanfaatkan superioritas militer Amerika Serikat, khususnya Angkatan Lautnya, yang mampu beroperasi secara global.
Selat Malaka adalah chokepoint penting bagi perdagangan minyak dunia karena besarnya jumlah minyak melintas melalui selat itu, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat secara signifikan dalam dekade yang akan datang. Adanya keinginan dari beberapa negara pengguna untuk mengamankan perairan Selat Malaka, di samping menimbulkan tantangan dari beberapa negara pantai, juga menimbulkan ketidaksukaan pada negara-negara lain yang turut merasa berkepentingan di Selat Malaka. Salah satu negara yang bersikap demikian adalah China, karena China memandang inisiatif demikian merupakan agenda terselubung untuk mengganggu pasokan energinya dari Timur Tengah (FKPMaritim, 2007).
Sedangkan persaingan geopolitik di perairan Samudera India, terjadi antar negara-negara aktor kawasan seperti Amerika Serikat, Jepang dan India yang bereaksi atas mempunyai kekhawatiran terhadap manuver politik China di kawasan Asia Tenggara dan Samudera India. Misalnya kerjasama pertahanan antara China dengan Pakistan dan kian eratnya hubungan China dengan beberapa negara pantai Selat Malaka. Untuk membendung manuver politik di China di Asia Tenggara dan Samudera India, ketiga negara tersebut secara bilateral telah melakukan beberapa kerjasama, seperti perjanjian pertahanan Jepang-India. Begitu pula dengan kerjasama pertahanan dan militer antara Amerika Serikat-India yang meningkat sejak 2002, di antaranya melalui Latihan AL Bersama Tahunan bersandi Malabar (FKPMaritim). Jepang menganggap bahwa pengamanan garis perhubungan laut sebagai sesuatu yang vital dan terkait dengan hidup matinya negeri tersebut. Terkait dengan pasokan energi, perairan Selat Malaka dan Samudera India adalah dua perairan vital bagi jalur energinya. Dalam strategi keamanan energi Jepang, faktor China mendapat perhatian besar karena ada kekhawatiran bila China mampu melakukan dominasi terhadap Samudera India, maka hal itu akan mengancam keamanan energinya. Selain di Samudera India, Jepang juga memperhatikan dengan seksama aktivitas China di Selat Malaka.
Dampak dari persaingan geopolitik antara aktor-aktor utama kawasan. akan terasa nyata di perairan yurisdiksi Indonesia, khususnya di perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia dan sekitarnya. Karena sebagai negara yang secara geografis berada di tengah-tengah arena rivalitas geopolitik tersebut, akan menjadikan perairan Indonesia sebagai jalur pergeseran kapal-kapal perang menuju daerah konflik. Mengingat posisi Laut Jawa yang secara langsung berdampingan dan terhubung dengan Samudera Hindia, Laut China Selatan dan Selat Malaka. Atau, Laut Jawa akan menjadi rute alternatif bagi kapal-kapal niaga yang menghindari wilayah perairan yang sedang dilanda konflik. Dan yang lebih parah lagi, bisa jadi justru konflik yang terjadi menggunakan area perairan di wilayah yurisdiksi Indonesia contohnya di jalur ALKI.
Peran Indonesia di Kawasan regional Samudera Hindia
Untuk menghindari adanya persaingan dan perebutan pengaruh di kawasan regional Samudera Hindia, diperlukan upaya yang lebih besar untuk menjaga stabilitas kawasan. Dan di sinilah Indonesia dapat memainkan peran untuk membuat sebuah forum regional. Indonesia memiliki posisi yang cukup ideal untuk menerapkan konsep persamaan di Samudera Hindia khususnya karena di Samudera Hindia, Indonesia juga tidak memiliki konflik dengan negara lain. Bersama Malaysia dan Singapura, Indonesia bahkan mencontohkan  kerjasama keamanan trilateral dalam Malacca Strait Sea Patrol. Indonesia memiliki potensi untuk mempengaruhi arah dan bentuk dinamika kawasan Samudera Hindia. Berkaca pada kelihaian diplomatiknya di Asia Tenggara dan Pasifik, Indonesia pasti bisa melakukan hal yang sama untuk membentuk sebuah forum kerjasama regional di Samudera Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan konsep Negara Indonesia sebagai poros maritim dunia, sehingga Indonesia bisa memainkan perannya sebagai negara maritim, termasuk dalam kebijakan luar negeri di Samudera Hindia ini. 

0 comments:

E-mail Newsletter

Sign up now to receive updates from us.

Article Menu

Popular Posts

Recent comments

© 2014 Mas Han. Designed by Bloggertheme9.
Proudly Powered by Blogger.