KRI Dewaruci (Morals, Ingenuity Courage and Loyalty)

Mas Han     18.43     4
Brief History of KRI Dewaruci

Built in 1952 by H.C. Stulcken & amp; Sohn Hamburg, West Germany, and Launched on January 24, 1953. The Ship was sailed to Indonesia by the Indonesian naval officers and Cadets.

Ever since, the ship has been utilized as training ship in the Indonesian Naval Academy based in Surabaya, for which she has cruised both inland waters and overseas.



About The Name


Most of Javanese Philosophies of life follow the Hindu epic, Ramayana and Mahabharata, former from India. The epic always render good and evil characteristics of people and considered as guidance of life. However, the Javanese have their own versions, which are some sort of sub stories of the epic, written according to their own value system. One of such is episode of Dewaruci, as performed in the shadow-puppet play. 

Dewaruci is the God of truth and courage. The play conveys a deep philosophy of the life, represented by a good character called Bima or Bratasena, the second of the five brother of Pandawa from Amerta Kingdom. Bima’s cousins from Astina Kingdom, the one hundred Kurawa’s brothers, representing the evil, are always jealous of the Pandawa who exceed them in all aspects. Both families, the Pandawa and Kurawa have one Guru ( the man who hold position as a spiritual advisor and teacher), the great priest Dorna. Since Dorna live in Astina, the Kurawa has stronger influence on him than the Pandawa and request him to give an imposible assignment to Bima to find “Tirta Amerta”, because Bima always strives for the best of all human beings.

Being obedient to his Guru, Bima start searching for the “Tirta Amerta”, the water of life. In his journey, when he is about to faint after fighting a gigantic dragon, he sees Dewaruci and tell him that he has been ordered by Guru to find “Tirta Amerta”.

He has to enter dewaruci’s body that is very small compared to his own. Finally, within the body of Dewaruci, Bima found the truth, which is Dewaruci himself. Dewaruci is, in fact, the transformation of Sang Hyang Wenang, the Supreme God.

In his strive for truth, Bima has to over came an enormous number of barriers, but because of his devotion and courage, he can achieve what he searches for.

By using the name Dewaruci, for the Indonesian Navy training ship, the crew and cadets would, wishfully, follow the noble character of Bima. 

Missions of KRI Dewaruci

KRI Dewaruci’s Overseas sailing has a mission of :
1. Avenue for sea training of theIndonesia Naval cadets.
2. An Ambassador of goodwill in tourism, culture and information about Indonesia.
3. International Relationship.



Ship Data


Type : Barquentine.


Sail : 16 Sails, area 1091 m2.


Foremast (35.25m).
1. Flying jib.
2. Outer jib.
3. Middle jib.
4. Inner jib.
5. Royal sail.
6. Top gallant sail.
7. Upper top sail.
8. Lower top sail.
9. Fore sail.


Mainmast (35.87m).
1. Main top gallant sail.
2. Main top mast stay sail.
3. Mai stay sail.
4. Main top sail.
5. Main sail.


Mizzenmast (32.50m).
1. Mizzen top sail.
2. Mizzen sail.


• Dimension Length : 58.30 meters.
• Propultion : One 986 HP Diesel Engine 4 blades propeler.
• Beam : 9.50 meters.
• Draft : 4.50 meters.
• Speed Engine : 10.5 knots.
• Weight : 847 tons.
• Under Sail : 9 knots.
• Crew 81 and sailors, in addition, she carries a total 75 cadets.

4 comments:

Negara Maritim, sebuah visi yang hilang

Mas Han     23.48     3


“Nenek moyangku seorang pelaut,

gemar mengarung luas samudera,
.........”

Bait lagu di atas menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia adalah pelaut, hal itu seringkali dijadikan dasar logika yang menganggap bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bervisi maritim. Memang kalau kita lihat berdasarkan tinjuan sejarah dari berbagai kerajaan di Nusantara pada masa lalu, Indonesia sebenarnya adalah negara yang berwatak maritim. Kejayaan maritim Nusantara terungkap dari peristiwa masa lalu. Salah satu kejayaan maritim Nusantara yang terkait dengan dunia global, adalah pada sektor perdagangan dan transportasi laut yang berkembang pesat saat itu. Hasil bumi Nusantara khususnya rempah-rempah yang demikian tinggi nilainya di pasaran dunia, telah merangsang saudagar manca negara melakukan perdagangan melalui lautan.
Pada saat yang sama lahirlah kerajaan-kerajaan Islam pantai sebagai bagian mata rantai dari perdagangan dunia dan hal itu ditandai dengan berakhirnya kerajaan Majapahit (abad ke 15). Kerajaan-kerajaan Islam pantai tersebut meletakkan kekuatannya pada perdagangan laut. Pelabuhan kerajaan-kerajaan maritim yang lebih terkenal dengan istilah Bandar yang berarti daerah wilayah perdagangan yang dipimpin oleh penguasa pelabuhan dengan gelar Syah Bandar, berkembang Bandar pelabuhan pada saat itu termaju adalah Pasai di Aceh, Banten, Demak, Cirebon, Tuban, Gresik, Makasar (Kerajaan Goa dan Tallo), Buton, Ternate , Tidore, Jaylolo dan Bacan yang kesemuanya merupakan kota-kota pelabuhan atau Bandar yang menjadi lintasan perdagangan rempah-rempah dari kepulauan Maluku menuju India melalui Selat Malaka dan kemudian menyebar ke Timur Tengah sampai Eropa.
Kerajaan-kerajaan di Nusantara mengalami masa-masa kejayaan sebelum munculnya kolonialisasi Eropa, dimana hubungan politik dan perdagangan kerajaan-kerajaan tersebut dibangun hanya sebatas pada lingkup Asia. Sebelumny,a pada masa kerajaan Osmania Turki hubungan tersebut bisa mencapai kawasan Eropa. Kerajaan Osmania Turki mempunyai hegemoni perdagangan rempah-rempah Indonesia di India dan Timur Tengah. Untuk masuk pasaran Eropa maka saudagar Turki menggunakan pelabuhan Venesia di Italia.
Namun, sejak kedatangan para kolonialis Eropa yang tujuan awalnya untuk berdagang telah merubah peta hubungan internasional dimana berbagai kerajaan Nusantara tersebut, secara politik-ekonomi hanya berposisi sebagai objek perdagangan. Akhirnya, eksistensi kerajaan-kerajaan Nusantara mengalami kemunduran pada masa kolonialisme Eropa. Pada masa kolonialisme Eropa, kerajaan-kerajaan di Nusantara juga mudah sekali di adu domba, disamping itu banyak pemerintahan kerajaan yang ‘bermain mata’ dengan melindungi kepentingan modal asing, sampai akhirnya terjadi gelombang besar masuknya investasi Barat di Indonesia pasca periode tanam paksa dan revolusi industri. Kolonialisasi Eropa di Indonesia telah menciptakan konflik yang berada diatas daratan dimana proses perjuangan kemerdekaan bangsa juga diletakkan pada ruang hidup dan ruang juang didaratan.
Kejayaan Kerajaan maritim Nusantara yang bervisi maritim lainnya yang harus kita ingat seperti telah tertulis dalam sejarah adalah kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar Nusantara yang pernah besar dengan kekuasaannya yang mencapai hingga kawasan Asia Tenggara karena ketika itu mereka menganut visi maritim dalam mengembangkan negaranya. Demikian juga dengan Kerajaan majapahit dengan kisah Mahapatih Gajah Mada yang bisa menyatukan Nusantara. Tentunya dengan berbekal kekuatan laut yang sangat kuat.
Pembangunan maritim Indonesia sebenarnya merupakan pengulangan sejarah dari kejayaan martim Nusantara yang terhenti akibat visi pembangunan yang terlampau berpihak pada pembangunan kontinental. Namun demikian, watak kemaritiman tersebut saat ini bisa dikembalikan dan ditumbuhkan lagi, beberapa kalangan berkesimpulan agar dapat menjadi bangsa yang kuat dan disegani dimata internasional maka Indonesia harus kembali berwawasan maritim (maritime orientation) dan bukannya berorientasi daratan ( continental orientation). Tentu saja visi ini terkait langsung dengan kondisi geografis Indonesia di mana 75% wilayahnya berupa lautan atau 5,8 juta kilometer persegi, sedangkan daratannya sekitar 1,8 juta kilometer. Semenjak Deklarasi Djuanda, Pemerintah Indonesia terus memperjuangkan konsepsi Wawasan Nusantara di dalam setiap perundingan bilateral, trilateral, dan multilateral dengan negara-negara di dunia ataupun di dalam setiap forum-forum internasional. Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Indonesia yang merupakan Archipelago State adalah sebuah konsep negara kepulauan yang tidak dapat dipisahkan dari konsep kekuatan dilaut. Pemakaian dan pengendalian laut saat ini dan jauh sebelumnya merupakan faktor yang penting dalam pembangunan negara kepulauan. Untuk itu, dalam rangka mewujudkan negara maritim diperlukan landasan yang kuat yang didukung oleh beberapa komponen potensi-potensi maritim yang saling terkait satu sama lain, diantaranya Pelayaran Niaga, Perikanan, Industri Maritim/Perkapalan, Pengeboran Minyak Lepas Pantai, Pariwisata Bahari dan sebagai penunjang Angkatan Laut. Selain itu adanya industri maritim yang kuat dan mampu memproduksi kapal - kapal untuk memenuhi kebutuhan armada yang diperlukan untuk mendukung keenam unsur tersebut.

Pemimpin dan bangsa yang bervisi maritim
Untuk mewujudkan negara yang bervisi maritim, tentunya harus di mulai dari sosok pemimpin yang bervisi maritim, atau setidak-tidaknya yang paham akan visi maritim bangsa dan dunia maritim. Setelah itu yang perlu disepakati bersama adalah visi maritim bangsa Indonesia. Sebuah visi yang akan diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat maupun Pemerintah Indonesia di bidang sosial, ekonomi, politik, budaya, juga keamanan dan pertahanan. Dalam level lokal, nasional,dan global. Para pemimpin bangsa harus bisa melaksanakan program-program yang sesuai denga visi maritim bangsa Indonesia. Jadi, pemimpin dalam hal ini Presiden harus bisa memperlihatkan ide-ide dalam tataran tujuan (goals) dan sasaran (objectives), harus bisa dan mampu menjalankan tujuan (goals) dan sasaran (objectives) tersebut. Di sinilah kabinet yang paham akan dunia maritim mutlak diperlukan. Semua sektor di Indonesia ini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan maritim. Pemimpin boleh berganti-ganti, tetapi visi maritim bangsa harus tetap satu dan berkesinambungan. Demikian juga tak kalah pentingnya dukungan dari staff nya yang betul-betul mengerti akan dunia Kemaritiman Nasional dan Internasional.
Visi besar tentang negara maritim akan terwujud bila ada kekuatan politik besar yang mendorongnya, khususnya pemimpin nasional. Dan di dukung oleh kesamaan visi maritim bangsa yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa sesuai bidangnya masing-masing.

3 comments:

E-mail Newsletter

Sign up now to receive updates from us.

Article Menu

Popular Posts

Recent comments

© 2014 Mas Han. Designed by Bloggertheme9.
Proudly Powered by Blogger.